Selasa, 16 Oktober 2012

Kisah dari Lapandewa

Kaombo Labukutorende merupakan sebuah kelompok petani militan dari Desa Lapandewa Kabupaten Buton yang menentang otoritas penguasa demi keutuhan warga desanya. Masih kuat memegang adat leruhurnya, tapi tidak menutup diri dari perubahan positif dari luar untuk kemajuan bersama. Harisun adalah ketua kelompok tani ini, seorang pemuda desa dengan mimpi yang luar biasa. menjadi sosok panglima perang dalam memicu semangat teman-temannya sesama petani. Prestasinya pernah menjuarai Festival Film Kabar dari Warga yang diselenggarakan oleh KAWANUSA bekerjasama dengan AusAid, kategori "Film Dokumenter Terbaik".
 Film yang berjudul "Payung Siotapina: Penjaga Keselamatan Negeri Butuni" ini berdurasi 14 menit 17 detik, menceritakan sebuah prosesi upacara adat yang diselenggarakan setiap tahun di Kecamatan Siotapina Kabupaten Buton-Sulawesi Tenggara. Upacara adat tersebut dinamakan upacara Popauwa atau pemutaran payung adat yang berlangsung selama tiga hari dan dilakukan di puncak gunung. Upacara ini dilaksanakan oleh dua desa yaitu Desa Labuandiri dan Desa Wasuamba yang lalu diikuti oleh desa-desa lain disekitarnya.
Upacara ini dilakukan di puncak gunung Siotapina, lama perjalanan yang harus ditempuh oleh pera warga selama 3 hari berjalan kaki, dengan menempuh jarak 30 Km. Rangkaian kegiatan upacara adat ini dimulai dengan membersihkan puncak gunung Siotapina, selanjutnya adalah pembersihan batu Banawa yaitu batu yang berbentuk rahim ibu yang melambangkan kesuburan. Selanjutnya warga melakukan pembersihan batu permandian lain yang melambangkan kelamin laki-laki. 
Pada hari kedua upacara dilanjutkan dengan pembuatan sangka yaitu tempat sesaji. Sangka ini berbentuk meja yang dibuat dari bambu yang dianyam serta diisi dengan ketupat, lalu sesaji diletakan di samping batu banawa. Kemudian 4 orang gadis menari di atas batu banawa, tariannya disebut tari tungka yang melambangkan gerakan kehidupan dalam rahim.
Pada hari ketiga dilakukan pemutaran payung adat. Prosesi payung ini dilakukan dari bantea atau rumah kecil tempat juru kunci Siotapina menuju ke makam Sultan. Upacara ini untuk mengingatkan pada generasi yang masih ada untuk terus menjaga kelestarian hutan di wilayah Siotapina.

Senin, 06 September 2010

Berbincang Dengan Waktu

Senin, 6 September 2010

Aku duduk diam memandangi langit mendung itu...
Ditemani lagu sendu, secangkir kopi hitam dan setumpuk kenangan di rumah ini
Rasanya lengkap sudah menyertai kesendirianku...

Butiran air hujan terdengar lembut menyapa tanah, dedaunan,
dan beton-beton bangunan itu...
Suara derunya menerbangkanku melintasi dimensi waktu
menuju masa lalu...

Masa lalu di rumah ini...
Di rumah kontrakan yang begitu ceria dan penuh semangat muda

Kini semuanya tak bisa menghindar dari waktu yang menua
Semangat itu pun memudar perlahan-lahan...

Sesaat aku bertanya dalam kebisuanku
Masih bisakah kutemui jiwa-jiwa muda mereka?
Ataukah semangat itu sudah mengendap di sudut gelap masa lalu mereka?

Ah..tapi mungkin mereka tak akan lupa kenangan disini
Di rumah ini...
Rumah yang kini menjadi usang dan sepi...

Selamat tinggal OVERTIME...Your time is over...

Rabu, 11 November 2009

Padukuhan Di Garut Kidul


Kampung Dukuh terletak di Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Walaupun letak kampung ini tidak jauh dari laut, udara di Kampung Dukuh tidak begitu panas. Mungkin karena dipengaruhi oleh hutan lebat dan kebun-kebun milik PT Perhutani di sekeliling kampung, mungkin juga karena letak kampung itu sendiri yang berada di perbukitan, atau malah keduanya yang menjadikan udara di kampung ini sejuk. Letak kampungnya sendiri berada di tanah yang miring di lereng Gunung Dukuh dan terpencil dari kampung-kampung lainnya. 
         Di perjalanan menuju kampung dukuh, kita bisa melihat panorama pegunungan dan hutan yang indah dan juga terlihat tepi pantai Samudera Hindia dari kejauhan. Untuk bisa mencapai Kampung Dukuh, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Namun harus ekstra hati-hati saat mengendarainya dikarenakan kondisi sepanjang jalan yang penuh bebatuan besar dan belum diaspal. Kendaraan umum yang melintasi jalanan menuju Kampung dukuh hanya dilewati ojek dan elf. Ojek dapat disewa dari Desa Cijambe sampai ke Kampung Dukuh,  namun elf  hanya melintas pada pagi dan siang hari.
Kampung Dukuh terdiri atas dua daerah pemukiman yaitu Dukuh Tonggoh (Dukuh Atas) dan Dukuh Landeuh (Dukuh Bawah). Di atas Dukuh Tonggoh ada kawasan yang disebut Taneuh Karomah (tanah karomah) yang berarti tanah keramat yang berbentuk hutan dengan luasnya kurang lebih 4 hektar, dan di sana terdapat Makom Karomah (makam keramat) yang tidak pernah sepi dari peziarah.
Berbagai macam tabu yang ada di kampung Dukuh masih dipelihara oleh warganya, sebagian besar disampaikan turun temurun secara lisan. Sebagian lagi ada dalam Ilmu Dukuh dan tulisan yang berisi perkataan nenek moyang. Tabu-tabu tersebut masih tetap ditaati khususnya warga Dukuh Tonggoh, untuk warga Dukuh Landeuh ada beberapa kelonggaran yang disebabkan oleh perubahan zaman. Pendirian rumah tidak diperkenankan untuk lebih bagus daripada tetangga lainnya dan pembuatannya tidak boleh menggunakan gergaji besar atau gergaji mesin.
 
Bahan-bahan atau keperluan pembuatan rumah terdiri dari pohon yang langsung ditebang dan tidak boleh menggunakan pohon yang telah tumbang. Tidak boleh membuat rumah dengan menggunakan atap genteng, asbes serta bahan bangunan yang dianggap mewah. Rumah yang dibangun harus terbuat dari ijuk, alang-alang, tepus, atau barang lainnya yang dianggap tidak mewah. Dinding rumah harus terbuat dari bilik bambu dan tidak boleh dicat, bahan-bahan seperti batu bata dan semen diperbolehkan. Sebaliknya, pada Dukuh Landeuh diperbolehkan. Lantai rumah terbuat dari palupuh atau bambu yang dibelah memanjang. Bentuk rumah harus membujur dari timur ke barat, berkolong (panggung), dan tidak menghadap ke Taneuh Karomah. Jumlah jendela dan pintu harus berdaun satu dan tidak boleh menggunakan kaca.